Pro dan Kontra Integrasi IPA dan IPS


Rencana revisi kurikulum baru sebagai pengganti kurikulum lama KTSP 2006 telah lama dicanangkan oleh pemerintah dengan alasan perubahan zaman sehingga kurikulum tersebut boleh dikatakan tidak layak pakai lagi untuk pendidikan indonesia selain dari pada itu Berdasarkan laporan McKinsey Global Institute ”Indonesia Today”, yang selalu menjadi acuan pemerintah, kompetensi dan kreativitas pelajar Indonesia berada di bawah Jepang, Thailand, Singapura, dan Malaysia, terutama di bidang matematika dan sains. Padahal, kedua bidang itu merupakan dasar dari kemampuan berpikir rasional. Harapan pemerintah, kurikulum yang baru itu juga akan mampu menjawab konvergensi peradaban. Ada keinginan, Indonesia tidak sekadar membangun ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun peradaban dunia. Untuk mencapai itu, kompetensi siswa dan guru mau tidak mau harus diubah karena tuntutan zaman pun berubah. namun langkah yang diambil pemerintah dalam pelaksanaan revisi kurikulum tersebut banyak menuai kritik dari berbagai ilmuan pendidikan indonesia karena pada kurikulum baru ini mata pelajaran IPA dan IPS dihilangkan tidak hanya itu didalam anggota tim penyusun pun hal itu terdapat pro dan kontra. Belum ada keputusan final karena naskah kurikulum saat ini masih berada di tahap uji publik yang akan berakhir dua pekan mendatang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam berbagai kesempatan selalu menjelaskan, kedua mata pelajaran itu tidak dihilangkan, tetapi menjadi obyek pembelajaran dalam tematik integratif. Artinya, kedua bidang itu tidak menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi bergabung ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. ”Misalnya, ketika membahas sungai di Bahasa Indonesia, dari sisi IPA masuk materi soal curah hujan, lingkungan, dan sebagainya. Materi IPS-nya masuk dalam bentuk manfaat sungai bagi masyarakat, perlunya menjaga lingkungan, dan sebagainya,” ujarnya. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Suyanto menjelaskan, materi IPA atau IPS itu akan lebur ke dalam tema-tema yang telah ditentukan. Semua fenomena alam sejatinya bisa dimasukkan ke dalam pelajaran membaca di Bahasa Indonesia. Penggabungan itu dilakukan karena jumlah mata pelajaran kini dipadatkan. Seperti di SD, mata pelajaran dipadatkan dari 10 mata pelajaran menjadi enam mata pelajaran, yakni Agama, PPKn, Bahasa Indonesia, dan Matematika, sebagai mata pelajaran pokok. Mata pelajaran lain adalah Olahraga dan Kesehatan Jasmani serta Seni Budaya dan Prakarya. Meski jumlah mata pelajaran dipadatkan, lama belajar di sekolah ditambah dari 26 jam menjadi 30 jam per minggu. Bagi banyak pihak, langkah penggabungan ini justru membingungkan. Mengapa bukan sebaliknya, materi Bahasa Indonesia masuk ke mata pelajaran IPA dan IPS atau semua mata pelajaran. Bahasa Indonesia justru akan lebih fleksibel untuk diintegrasikan ke dalam tema apa pun.tidak mungkin Bahasa Indonesia digabungkan ke mata pelajaran lain karena akan bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam aturan perundang-undangan itu disebutkan bahwa Bahasa Indonesia harus berdiri sebagai mata pelajaran tersendiri dalam kurikulum.Akibatnya, pengetahuan konseptual tentang ke-IPA-an dan ke-IPS-an tidak akan dapat dipahami siswa secara maksimalBahasa Indonesia berfungsi sebagai mata pelajaran pengikat atau pemandu mata pelajaran terkait (language across curriculum). Dengan cara ini siswa sebenarnya hanya belajar empat rumpun pelajaranMelihat pro-kontra kurikulum baru, ada baiknya sebelum diterapkan, kurikulum baru ini diujicobakan di sejumlah sekolah. Jika setelah dievaluasi hasilnya ternyata bagus, barulah diterapkan di semua sekolah.